Senin, 30 Juni 2014

tulus

Hei, kamu yang duduk dan menikmati lagumu..
Bisakah melihat kearahku sebentar, aku punya sepenggal kata untuk diucap..
Matikan lagumu, dan letakkan earphonemu..
Dengarkan aku disini dengan petikan gitar yang tak bernada..

Kau tau mengapa aku memperhatikanmu sejak senja disore itu?
Pertama, karna tingkahmu..
Tingkahmu yang membuat aku marah, tertawa, sedih, bahkan tak bisa dipikir oleh ku apa maksudnya..
Kedua, karna senyummu..
Senyummu yang mampu menghilangkan rasa sakitku, lelahku, kecewaku, bahkan rasa yang dapat menyiksaku..

Hanya dua itu, ya hanya itu..
Mengapa?
Karna keduanya membuat aku mengerti betapa kuasa-Nya begitu indah..
Kau diciptakan begitu sempurna, hanya satu kekuranganmu..
Apa itu?
Kau tak mampu melihat ketulusanku kepadamu..

Kau harus tau banyak hal..
Aku mampu berenang berkilo-kilo melewati samudera hanya untuk melihat senyummu..
Aku akan lakukan eksperimen untuk membuat balon udara agar dapat menyentuh wajahmu..
Aku rela berjalan melewati bukit tinggi hanya untuk bisa bercanda denganmu..
Sejujurnya ini sangat mudah, ada yang sulit bagiku..
Aku tak mengerti bagaimana caranya untuk menyentuh hatimu.. Hanya itu..

Entah sampai detik ini ketulusan senyummu, kearifanmu, kepribadianmu, kebiasaanmu, kewibawaanmu, dan kepedulianmu membuatku terpaku..
Jika aku harus berpindah hati, bolehkah aku memilih hatimu?
Karna yang aku tau ''cinta adalah keseluruhan ego yang terpendam menjadi hilang''

sedekat nadi

Aku selalu berpikir bagaimana mereka bisa mencintai orang yang tidak mencintainya. Tanpa sadar mereka sebenarnya merasakan kesepian. Hanya saja mereka mampu mengatur segalanya dengan rasa kepedulian mereka terhadap dirinya.
Aku mengerti bagaimana rasanya menaruh harapan tanpa tau kapan angan dan impian terwujud. Itu sungguh menyakitkan. Aku pernah mencintai tanpa dicintai, apalagi aku harus bertemunya disetiap hari. Itu teramat sangat sulit. Tapi aku tak pernah menaruh harap karena saat itu aku tau, cinta tak akan hadir tanpa kebiasaan.
Kini aku merasakan sepi yang teramat menyakitkan sekujur tubuhku, bukan karna tak mempunyai teman. Aku sepi karna aku terbiasa bersamanya, melakukan segala sesuatu bersamanya. Aku dan dia pernah sedekat nadi, seperti jemariku yang bersentuhan dengan jemarinya, ataupun tanganku yang merangkul lengannya. Itu sulit untuk dirasakan lagi bagaimana getaran itu ada dan hilang begitu saja.
Awalnya aku hanya mengira itu hanya spektrum magnetik antara insan Tuhan yang menyatu sesaat. Tapi lambat laun hal itu pun menjadi sebuah kebiasaan dimana jantung ini bergetar saat melihat tawanya dan terasa sesak ketika melihatnya tersenyum dengan yang lain.
Tuhan, apakah aku harus memiliki jarak seperti bumi dan matahari? Tapi hati ini tak pernah tenang Tuhan ketika akumengingat aku pernah sedekat nadi denganya.
Ini ternyata yang mereka rasakan ketika mencintai tanpa harus orang lain mengetahuinya. Ya, ini sangat jauh lebih menyakitkan. Tak ada seorangpun yang mengerti betapa besarnya rasa sepi ini sehari tanpa dirinya.
Tuhan jaga dia dalam denyut nadiku, biarkan dia mengalir menjelma sebagai darah yang tanpanya aku tak bisa hidup. Biarkan rasa butuh ini melekat dalam urat nadiku, agar aku tak pernah merasa takut kehilangannya. Meski dia tak pernah tau. Biar bergantinya musim dapat menegarkanku untuk tetap pada pendirianku. Jangan jadikan dia pelampiasan karna lukaku Tuhan, tapi jadikan dia penawar rasa sakit masa laluku, dengan seluruh waktunya.
Terima kasih Tuhan, kau hadirkan dia dihariku.
Regards, nuraini..