Tugas
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (“UUJF”) Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Sebagai contoh, A meminjam uang kepada B. Sebagai jaminan, A menyerahkan BPKB motornya kepada B tetapi motor tersebut tetap dikuasai oleh A. Praktik ini termasuk fidusia karena hak kepemilikan motor A yang dibuktikan dengan BPKB telah diserahkan kepada B sedangkan penguasaan atas barang jaminan (motor) tetap pada A.
Kemudian Saudara menanyakan tentang “fidusia ulang” sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 17 UUJF:
“Pemberi Fidusia dilarang melakukan fidusia ulang terhadap Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia yang sudah terdaftar.”
Benda yang dijaminkan dengan cara fidusia baru akan mengikat setelah benda tersebut didaftarkan (lihat Pasal 11 ayat [1] jo. Pasal 14 ayat [3] UUJF). Cara pendaftaran jaminan fidusia adalah sebagai berikut ketentuan Pasal 11 sampai Pasal 18 UUJF:
a. Pendaftaran jaminan fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia dengan wilayah kerja mencakup seluruh wilayah negara Republik Indonesia dan berada di lingkup tugas Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia;
b. Permohonan pendaftaran jaminan fidusia dilakukan oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran jaminan fidusia;
c. Pernyataan pendaftaran jaminan fidusia sebagaimana dimaksud di atas, memuat:
1. Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia;
2. Tanggal, nomor akta jaminan fidusia, nama, dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta jaminan fidusia;
3. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;
4. Uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia;
5. Nilai jaminan;
6. Nilai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.
d. Kantor pendaftaran fidusia mencatat jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran;
e. Kantor pendaftaran fidusia menerbitkan dan menyerahkan kepada penerima fidusia sertifkat jaminan fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran;
f. Jaminan fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia;
Ketentuan mengenai pendaftaran fidusia dan biayanya juga diatur dalam PP No. 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya pembuatan Akta Jaminan Fidusia.
Benda yang telah didaftarkan jaminan fidusia-nya secara resmi hak kepemilikannya telah beralih ke penerima fidusia (kreditur). Sehingga, pemberi fidusia (debitur) tidak dapat melakukan fidusia lagi terhadap benda tersebut karena selama dijaminkan, benda tersebut adalah milik penerima fidusia.
Hal tersebut sesuai dengan penjelasan Pasal 17 UUJF yang menyatakan bahwa, Fidusia ulang oleh Pemberi Fidusia, baik debitor maupun penjaminan pihak ketiga, tidak dimungkinkan atas benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia karena hak kepemilikan atas Benda tersebut telah beralih kepada Penerima Fidusia.
Terkait dengan Pasal 28 UUJF, memang dalam praktiknya bisa saja satu benda dibebankan oleh lebih dari satu perjanjian fidusia karena terdapat lebih dari satu kreditur. Akan tetapi, di antara perjanjian-perjanjian fidusia tersebut, yang memiliki hak untuk didahului pelunasannya hanyalah perjanjian fidusia yang telah didaftarkan:
Pasal 28 UUJF
Apabila atas Benda yang sama menjadi obyek Jaminan Fidusia lebih dari 1 (satu) perjanjian Jaminan Fidusia,maka hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 27, diberikan kepada pihak yang lebih dahulu mendaftarkannya pada Kantor Pendaftaran Fidusia
Sekedar tambahan informasi, mengenai kewajiban mendaftarkan jaminan fidusia ini, saat ini telah berlaku peraturan terbaru yang mewajibkan pendaftaran fidusia untuk pembiayaan konsumen dalam hal pembelian kendaraan bermotor yaitu Permenkeu No. 130/PMK.010./2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor dengan Pembebanan Jaminan Fidusia (“Permenkeu 130/2012”). Perusahaan pembiayaan wajib mendaftarkan jaminan fidusia paling lambat 30 hari kalender sejak tanggal perjanjian pembiayaan dan tidak boleh menarik kendaraan bermotor sebelum Kantor Pendaftaran Fidusia telah menerbitkan Sertifikat Jaminan Fidusia dan menyerahkannya ke Perusahaan Pembiayaan (Pasal 2 jo. Pasal 3 Permenkeu 130/2012). Perusahaan Pembiayaan Konsumen yang melanggar ketentuan ini akan dikenakan sanki administratif secara bertahap berupa (Pasal 5 ayat [1] Permenkeu 130/2012):
a. peringatan;
b. pembekuan kegiatan usaha; atau
c. pencabutan izin usaha.
Jadi, satu benda yang sama dapat saja menjadi objek lebih dari satu perjanjian jaminan fidusia. Akan tetapi, di antara perjanjian-perjanjian tersebut, hanya perjanjian yang telah didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia saja yang memiliki hak untuk didahului pelunasannya bagi kreditur. Benda yang telah didaftarkan jaminan fidusianya, tidak boleh dijaminkan fidusia lagi.
Bedah Kasus Konsumen Fidusia
Pengaduan konsumen tentang pembayaran angsuran motor melalui jaminan fidusia masih marak terjadi hingga kini. Adanya kebutuhan konsumen dan stimulus kemudahan dari sales perusahaan penjual motor menjadikan proses jual-beli lebih mudah,
bahkan bagi seorang tukang becak sekalipun yang pendapatan hariannya relatif rendah. Permasalahan mulai timbul ketika
konsumen tidak mampu membayar kredit motor, yang membuat erusahaan mencabut hak penguasaan kendaraan secara langsung.
Pada umumnya praktek penjualan motor dilakukan sales dengan iming-iming kemudahan memperoleh dana untuk pembayaran
dengan jaminan fidusia, dimana persyaratannya sederhana, cepat, dan mudah sehingga konsumen kadang tidak pemperhitungkan kekuatan finansialnya. Sementara klausula baku yang telah ditetapkan pelaku usaha diduga terdapat informasi terselubung yang dapat merugikan konsumen. Untuk itu, mari kita cermati bedah kasus fidusia di bawah ini:
Kasus Posisi
LAS yang berprofesi sebagai tukang becak, membeli kendaraan sepeda motor Kawasaki hitam, selanjutnya NO meminjamkan
identitasnya untuk kepentingan LAS dalam mengajukan pinjaman pembayaran motor tersebut dengan jaminan fidusia kepada PT. AF. Hal ini bisa terjadi karena fasilitasi yang diberikan oleh NA, sales perusahaan motor tersebut. Kemudian konsumen telah membayar uang muka sebesar Rp. 2.000.000,- kepada PT. AF dan telah mengangsur sebanyak 6 kali (per angsuran sebesar Rp. 408.000,-). Namun ternyata pada cicilan ke tujuh, konsumen terlambat melakukan angsuran, akibatnya terjadi upaya penarikan sepeda motor dari PT. AF.
Merasa dirugikan, konsumen mengadukan masalahnya ke Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM)
Bojonegoro. Kemudian karena tidak mampu melakukan pembayaran, maka LAS menitipkan obyek sengketa kepada LPKSM
disertai berita acara penyerahan. Akibatnya LAS/NO dilaporkan oleh PT. AF dengan dakwaan melakukan penggelapan dan Ketua LPKSM didakwa telah melakukan penadahan.
Penanganan Kasus
Menyikapi kasus fidusia tersebut, BPKN bersama dengan Direktorat Perlindungan Konsumen Departemen Perdagangan menurunkan Tim Kecil ke Bojonegoro, untuk meneliti dan menggali 2 informasi kepada para pihak terkait. Hasilnya dijadikan sebagai bahan kajian dan telaahan hukum pada Workshop Bedah Kasus Pengaduan Konsumen melalui Lembaga Fidusia, sebagai berikut:
1. Ketentuan dalam klausula baku
Pada umumnya jual beli sepeda motor diikuti dengan perjanjian pokok yang merupakan klausula baku. Saat konsumen
mencermatinya, terdapat beberapa ketentuan yang seringkali muncul, namun tidak memenuhi ketentuan Ps. 18 UU No. 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) diantaranya sebagai berikut:
menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan kendaraan bermotor yang dibeli konsumen;
menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan fidusia terhadap barang yang dibeli konsumen secara angsuran.
Mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. Klausula baku tersebut sifatnya batal demi hukum dan pelaku usaha wajib menyesuaikannya dengan ketentuan UUPK.
2. Pendaftaran Jaminan Fidusia
PT. AF ternyata tidak mendaftarkan jaminan fidusia ke Kantor Pendaftaran Fidusia, sebagaimana diamanatkan dalam UU No.
42 Tahun 1999. Akibatnya perjanjian jaminan fidusia menjadi gugur dan kembali ke perjanjian pokok yaitu perjanjian hutang
piutang biasa (akta dibawah tangan). Bila jaminan fidusia terdaftar, PT. AF memiliki hak eksekusi langsung (parate eksekusi) untuk menarik kembali motor yang berada dalam penguasaan konsumen. Namun bila tidak terdaftar, berarti PT. AF tidak memiliki hak eksekusi langsung terhadap objek sengketa karena kedudukannya sebagai kreditor konkuren, yang harus menunggu penyelesaian utang bersama kreditor yang lain.
3. Hak Konsumen atas Obyek Sengketa
Konsumen telah membayar 6 kali angsuran, namun terjadi kemacetan pada angsuran ketujuh. Ini berarti konsumen telah
menunaikan sebagian kewajibannya sehingga dapat dikatakan bahwa di atas objek sengketa tersebut telah ada sebagian hak
milik debitor (konsumen) dan sebagian hak milik kreditor.
Tips bagi Konsumen
Rendahnya daya tawar dan pengetahuan hukum konsumen seringkali dimanfaatkan oleh lembaga pembiayaan yang
menjalankan praktek jaminan fidusia dengan akta di bawah tangan.
Untuk itu, perhatikanlah tips bagi konsumen sebagai berikut:
1. Konsumen dihimbau beritikad baik untuk selalu membayar angsuran secara tepat waktu.
2. konsumen dihimbau untuk lebih kritis dan teliti dalam membaca klausula baku, terutama mengenai:
a. hak-hak dan kewajiban para pihak
b. kapan perjanjian itu jatuh tempo;
c. akibat hukum bila konsumen tidak dapat memenuhi kewajibannya (wanprestasi)
3. Bila ketentuan klausula baku ternyata tidak sesuai dengan ketentuan UUPK dan UUF, serta merugikan konsumen, maka
pelaku usaha harus diminta untuk menyesuaikannya dengan ketentuan tersebut.
4. Bila terjadi sengketa, konsumen dapat memperjuangkan hak-haknya dengan meminta pertimbangan dan penyelesaian
melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen